ILLEGAL ETIK BAYI TABUNG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan
menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah
SWT. Demikian pula dengan keinginan
memiliki keturunan setelah adanya pernikahan yang sah. Betapa bahagianya kita
jika setelah menikah mendapatkan karunia yang sangat indah yaitu seorang
bayi.
Sekarang
ini sudah muncul berbagai kecanggihan yang dapat digunakan untuk mengatasi
kendala-kendala kehidupan. Salah satunya
adalah kesulitan mempunyai anak dengan berbagai faktor. Tetapi terkadang kecanggihan teknologi
mempengaruhi etika-etika terhadap islam.
Pasangan menikah yang dalam waktu tertentu belum juga
mendapatkan keturunan, bukan berarti salah satu atau bahkan dua-duanya
merupakan seorang yang mandul. Pengertian mandul bagi wanita ialah tidak mampu
hamil karena indung telur mengalami kerusakan sehingga tidak mampu memproduksi
sel telur. Sementara, arti mandul bagi pria ialah tidak mampu menghasilkan
kehamilan karena buah pelir tidak dapat memproduksi sel spermatozoa sama
sekali.
Ketidakmampuan untuk mendapatkan keturunan dapat terjadi
karena pasangan tersebut infertil atau tidak subur. Pada umumnya pasangan yang mengalami hambatan
untuk memiliki keturunan tersebut menjadikan bayi tabung sebagai solusi.
Program pembuahan dalam tabung ini memang membawa harapan bagi mereka yang
mengalami masalah kesuburan. Namun tidak semua orang paham mengenai bayi tabung
dan bagaimana proses bayi tabung tersebut.
Bayi
tabung Indonesia yang mulai terbuka untuk peminat bayi tabung. Sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan
modern dan teknologi kedokteran dan biologi yang canggih, maka teknologi bayi
tabung juga maju dengan pesat, sehingga kalau teknologi bayi tabung ini
ditangani oleh orang-orang yang kurang beriman dan bertaqwa, dikhawatirkan
dapat merusak peradaban umat manusia, bisa merusak nilai-nilai agama, moral,
dan budaya bangsa.
1.2 Tujuan
·
Mengidentifikasi definisi bayi tabung
·
Mengidentifikasi sejarah bayi tabung di dunia
·
Mengidentifikasi jenis-jenis bayi tabung
·
Mengidentifikasi tahapan pelaksanaan bayi tabung
·
Mengidentifikasi hukum bayi tabung menurut negara
·
Mengidentifikasi hukum bayi tabung menurut agama islam
·
Mengidentifikasi
bayi tabung menurut sudut pandang medis dan legal
·
Mengidentifikasi
illegal etik bayi tabung dalam prakteknya di lapangan
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi
tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode
lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi
secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Secara sederhana, bayi tabung diartikan
sebagai proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh ibu. Dalam bahasa
Latin bayi tabung dikenal dengan istilah in vitro vertilization, yang berarti
'pembuahan dalam gelas atau tabung’.
Bayi tabung adalah istilah yang mengacu pada
anak yang dihasilkan dari proses in in vitro fertilization atau proses pembuahan sel telur dengan sperma yang terjadi di luar tubuh (“in vitro” berarti “di dalam kaca”). Dalam proses
tersebut, telur dikeluarkan dari ovarium ibu dan diinkubasi dengan sperma dari ayah.
Setelah pembuahan, sel-sel pra-embrio dibiarkan untuk membelah 2-4 kali di
dalam inkubator selama 3 sampai 5 hari. Pra-embrio ini kemudian dikembalikan ke
rahim ibu untuk mengimplan dan tumbuh sebagaimana dalam kehamilan umumnya.
Bayi tabung adalah suatu proses untuk
menggabungkan sel telur pada wanita dengan sperma pada pria dewasa di
laboratorium atau di “Tabung Kaca”. Namun bukan artinya seluruh proses ada di
tabung tersebut, melainkan ini adalah suatu istilah yang digunakan di dunia
medis. Sel telur dibuahi oleh sperma di dalam tabung tersebut untuk
menghasilkan embrio, jika telah menjadi embrio maka selanjutnya akan ditempatkan
di rahim wanita. Pengertian bayi tabung harus kita luruskan yaitu bukan bayinya
berada dalam tabung kaca, melainkan proses pembuahan sel telur oleh sperma agar
menjadi embrio yang siap di masukkan di dalam rahim.
Bayi tabung atau inseminasi buatan adalah
proses pembuahan tanpa melalui senggama (sexual inercourse) yang merupakan
suatu teknologi modern dalam bidang kedokteran dan sains yang disalahgunakan
oleh orang-orang yang tidak beragama, sehingga kaedah dan ketentuan syariah
dalam teknologi ini tidak sesuai dengan ajaran agama dan norma yang berlaku di
masyarakat.
2.2 Sejarah
Teknologi kedokteran modern semakin canggih.
Salah satu trend yang berkembang saat ini adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini telah dirintis oleh
PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan yang kesulitan
memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi bayi tabung.
Bayi tabung pertama yang dilahirkan di dunia
adalah jam 11.47 PM pada 25 Juli 1978, di Oldham, Manchester, Inggris. Nama bayi ini adalah Louise Joy Brown dengan
berat sekitar 2,6 Kg. Perkembangan bayi
tabung sangat pesat dimana dalam kurun waktu 30 tahun telah terdapat lebih dari
12 ribu bayi yang dilahirkan melalui proses ini di Inggris. Jumlah ini juga terus bertambah semakin besar
diseluruh dunia.
·
Keberhasilan bayi tabung
Keberhasilan bayi tabung seperti yang dikutip
dari Society of Assisted Reproductive Technologies (SART) adalah sebagai
berikut :
§ 41-43% untuk wanita dibawah umur 35
tahun.
§ 33-36% untuk wanita umur 35 – 37
tahun.
§ 23-27% untuk wanita umur 38 – 40 tahun.
§
13-18% untuk wanita di atas umur 41 tahun.
§ Risiko bayi tabung
§ Resiko yang harus dihadapi dalam sebuah proses
menjalani program bayi tabung dapat dijelaskan mulai dari proses awal yaitu
pemberian obat kesuburan. Obat kesuburan
mungkin dapat membuat wanita kembung, sakit perut, perubahan suasana hati,
sakit kepala, dan efek samping lainnya.
§ Risiko pengambilan telur termasuk reaksi
terhadap anestesi, perdarahan, infeksi, dan kerusakan struktur sekitarnya
ovarium, termasuk usus dan kandung kemih.
§ Biaya sangat mahal, dan tidak terkontrol.
Biaya kontrol bulanan dan tindakan medis bayi tabung akan berbeda dengan bayi
normal.
2.3 Jenis-Jenis Bayi Tabung
1. Pembuahan Dipisahkan dari Hubungan Suami-Isteri
Teknik
bayi tabung memisahkan persetubuhan suami – istri dari pembuahan bakal anak.
Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan.
2. Wanita Sewaan untuk Mengandung Anak
Ada kemungkinan bahwa benih dari suami – istri
tidak bisa dipindahkan ke dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan
kesehatan atau alasan – alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan seorang
wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam
perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi
kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa biasanya
meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami – istri bisa memilih wanita
sewaan yang masih muda, sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik.
3. Sel Telur atau Sperma dari Seorang Donor
Masalah
ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri mandul, dalam arti bahwa
sel telur istri atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu
berarti bahwa benih yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui
seorang donor.
4. Bayi Tabung dengan Sperma dari Bank Sperma
Pasangan
yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank – bank sperma.
2.4 Tahapan Pelaksanaan Bayi Tabung
Proses bayi tabung tergolong sangat ribet, tidak seperti
biasanya yang mana proses pembuahan akan berlangsung setelah melakukan hubungan
suami istri. Tahapan bayi tabung sedikit lebih kompleks, dimana dibutuhkan
penjadwalan yang tepat oleh dokter spesialis yang ada.
1. Ovarian Hyperstimulation atau Kontrol
Kesuburan
Proses bayi tabung sendiri diawali dengan
konsultasi dan seleksi pasien, dimana baik suami dan istri akan diperiksa
sampai dengan ada indikasi untuk mengikuti program bayi tabung. Jika memang
diindikasikan, baru bisa masuk dan mengikuti program bayi tabung. Dalam proses
ini dilakukan stimulasi pemberian obat kesuburan yang dapat membantu
meningkatkan produksi sel telur. Secara
alami sel telur memang hanya ada satu, namun dalam program bayi tabung, perlu
lebih dari satu sel telur untuk memperoleh embrio.
Pada masa ini biasanya USG akan dilakukan
secara rutin untuk mengetahui jumlah sel telur dan untuk memeriksa ovarium yang
bertugas memproduksi sel telur. Selain itu juga akan dilakukan pemeriksaan tes
darah untuk mengetahui kadar hormon yang ada di tubuh sang ibu. Inti dari proses ini adalah untuk memastikan
sel telur yang ada cukup banyak dan memberikan tingkat keberhasilan yang
tinggi. Proses ini biasanya berlangsung
sekitar 2 minggu, untuk memastikan alat reproduksi wanita dapat memproduksi banyak sel telur yang
dibutuhkan untuk mengembangkan embrio dan proses pembuahan.
2. Pengambilan Sel Telur
Jika sel telur telah dinyatakan cukup dan memenuhi untuk dilakukan
pembuahan dilakukan pemantauan pertumbuhan folikel atau cairan berisi sel telur di dalam indung
telur melalui ultrasonografi. Pemantauan pertumbuhan folikel ini bertujuan
untuk melihat apakah sel telur sudah cukup matang untuk dipanen atau belum.
Baru kemudian mematangkan sel telur, dengan cara menyuntikan obat agar siap
dipanen. Kemudian baru dilakukan pengambilan sel telur. Proses ini akan membutuhkan operasi kecil yang
disebut Follicular Aspiration, dengan mengambil sel telur dari tubuh sang Ibu.
Prosedur ini akan dibantu oleh alat pencitraan suara untuk panduan bagi sang
dokter.
Dokter akan memasukkan jarum yang tipis melalui vagina sampai menuju ke
ovarium dan kantung (Folikel) yang mengandung sel telur. Jarum kecil tersebut akan terhubung pada alat
penghisap untuk menarik telur telur yang ada di ovarium. Wanita atau calon ibu
akan mengalami sedikit kram selama operasi efek obat kebal yang diberikan.
Biasanya kram ini akan hilang dalam waktu 1 hari. Pada hari yang sama, akan dilakukan pengambilan sperma
suami. Jika tidak ada masalah, pengambilan dilakukan dengan cara bermasturbasi.
Namun bila ditemukan kendala, maka akan dilakukan operasi pengambilan sperma
melalui buah zakar.
3. Inseminasi dan Pemupukan
Setelah proses diatas selesai, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pembuahan atau fertilisasi di dalam media kultur
di laboratorium, sehingga menghasilkan embrio.
Dalam proses ini akan dilakukan penyatuan sperma untuk ditempatkan dengan
sel telur dan disimpan dalam ruang atau lab (yang dikenal dengan tabung).
Proses pencampuran sperma dan sel telur disebut inseminasi. Sperma akan
memasuki (menyuburkan) sel telur beberapa jam setelah proses inseminasi. Jika
menurut dokter kemungkinan pembuahan rendah, staf laboratorium dapat langsung
menyuntikkan sperma ke dalam telur. Ini disebut injeksi sperma intracytoplasmic
(ICSI). Banyak program kesuburan rutin melakukan ICSI pada beberapa telur
bahkan jika semuanya normal.
4. Pengamatan Embrio
Setelah proses penyatuan sperma dan sel telur telah terjadi maka sel telur
yang telah dibuahi akan membelah menjadi sebuah embrio. Staf terkait akan
melakukan pemeriksaan agar embrio tumbuh dengan baik. Proses ini biasanya
berlangsung sekitar 5 hari, embrio yang baik memiliki beberapa sel yang aktif
membelah.
5. Transfer Embrio
setelah embrio terbentuk, akan dilakukan proses transfer
embrio kembali ke dalam rahim agar terjadi kehamilan. Jika ada sisa embrio
lebih, maka akan disimpan untuk proses kehamilan berikutnya. Dokter akan memasukkan
tabung tipis yang berisi embrio ke dalam vagina wanita, melalui leher rahim,
dan sampai ke dalam rahim. Jika embrio menempel (implantasi) pada lapisan rahim
dan tumbuh, maka terjadilah kehamilan.
Jika lebih dari satu
embrio yang ditempatkan dalam lahir pada saat yang sama, maka akan menyebabkan
kehamilan kembar. Tidak heran proses bayi tabung saat ini dapat menentukan dan
bahkan memilih untuk bayi kembar.
6. Kontrol Rutin
Setelah proses transfer embrio berhasil, dokter akan
menjadwalkan dalam beberapa hari untuk dilakukan pengecekan apakah berhasil
atau tidak. . Jika berhasil maka bayi
tabung memasuki fase luteal untuk mempertahankan dinding Rahim dengan
memberikan Progesterone. Biasanya dokter
akan memberi obat selama 15 hari pertama untuk mempertahankan dinding rahim ibu
agar terjadi kehamilan. Proses terakhir
adalah melakukan pemeriksaan apakah telah terjadi kehamilan atau belum, baik
dengan pemeriksaan darah maupun USG baik itu mingguan atau bulanan. Perkembangan janin Hasil bayi tabung mungkin sedikit berbeda dengan bayi
normal, sehingga anda harus melakukan kontrol sesuai saran dokter.
Proses bayi tabung di atas merupakan proses umum dalam
menerapkan program bayi tabung. Setiap rumah sakit mungkin saja memiliki proses
dan prosedur yang sedikit berbeda
2.5 Hukum Bayi Tabung di Indonesia
Hukum Perdata Tentang Bayi
Tabung di Indonesia
- Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Bayi Tabung
Jika benih berasal dari suami istri yang sah
a.
Jika benihnya berasal dari Suami Istri yang sah, dilakukan proses
fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri
maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai
anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki
hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
b.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah
bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian
mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan
setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan
tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar
hukum ps. 255 KUHPer.
c.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka
secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250
KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri pemilik benih dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan
darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua
pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat,
sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.).
Jika salah satu benihnya berasal dari pendonor
a.
Jika Suami mandul dan
Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio
dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan
Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan
diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak
sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si
Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA.
Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
b.
Jika embrio
diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang
dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps.
42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Jika semua benih berasal dari pendonor
a.
Jika sel sperma maupun sel
telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio
diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan
maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri
tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan
yang sah.
b.
Jika diimplantasikan ke
dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar
kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada
hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur
berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara
yuridis dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata
barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program
fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah
tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak
yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim
ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan
inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum
ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi
fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah
yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
Salah satu aturan tentang bayi tabung terdapat dalam pasal 16 UU No. 23
Tahun 1992 tentang kesehatan yang berbunyi:
Ayat 1
Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir
untuk membantu suami istri mendapat keturunan
Ayat 2
Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
hanya dapat dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:
1.
Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum itu berasal.
2.
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
3.
Ada sarana kesehatan tertentu
Ayat 3
Ketentuan mengenai persyaratan
penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) ditentukan dengan P.P.
2.6 Hukum Bayi Tabung dalam Islam
Fatwa MUI Tentang Bayi
Tabung
- Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.
- Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
- Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
- Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Jakarta, 13 Juni 1979
Fatwa MUI Didasarkan Pada Firman Allah
Dan Sesungguhnya telah kam muliakan anak-anak Adam, kami
angkut mereka di daratan dan di lautan [862], kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas
kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.
[862] Maksudnya : Allah memudahkan bagi anak Adam
pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh
penghidupan.
Berdasarkan ayat di atas, manusia diciptakan oleh Allah
sebagai makhluk mulia. Allah SWT telah berkenan memuliakan manusia, maka seharusnya
manusia menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama
manusia dalam hal ini, inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat
merendahkan harkat manusia.
Hadits Nabi SAW yang artinya :
“Dari Ruwaifi Ibnu Tsabit Al-Ansyari ra ia
berkata : saya pernah bersama Rasulullah SAW telah perang Hunain, kemudian
beliau bersabda : “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan
hari akhir untuk menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri
orang lain)”.
Majelis Mujamma’ Fiqih Islami
Menetapkan :
Lima perkara di bawah ini diharamkan dan terlarang sama sekali, karena
dapat mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta
perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat.
1.
Sperma yang diambil dari
pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2.
Indung telur yang diambil
dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang
bukan suaminya kemudian dicangkokakan ke dalam rahim si wanita.
3.
Sperma dan indung telur
yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian
benih mereka tersebut.
4.
Sperma dan indung telur
yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke
dalam rahim si istri.
5.
Sperma dan indung telur
yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain
Dua perkara berikut ini boleh dilakukan jika memang sangat dibutuhkan dan
setelah memastikan keamanan dan keselamatan.
1.
Sperma tersebut diambil
dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya. Sperma si suami diambil kemudian di
suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya
untuk disemaikan.
2.
Aurat vital si wanita
harus tetap terjaga (tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan proses
operasi persemaian sperma dan indung telur itu sangat perlu diperhitungkan.
Demikian pula perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran amanah dari
orang-orang yang lemah iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti
sperma ataupun indung telur supaya operasi tersebut berhasil demi mendapatkan
materi dunia.
In vitro
fertilization dibolehkan asal keadaan
suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu
pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan.
Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980,
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji
Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam
Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan
bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan
dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri.
·
Pengambilan sel telur
Pengambilan sel telur dilakukan dengan dua cara, cara
pertama: indung telur di pegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan.
Cairan folikel yang berisi sel telur di periksa di mikroskop untuk ditemukan
sel telur. Sedangkan cara kedua ( USG) folikel yang tampak di layar ditusuk
dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi
sel telur seperti pengisapan laparoskopi.
Pendapat Ulama
§
Yusuf Qardawi mengatakan
dalam keadaan darurat atau hajat melihat atau memegang aurat diperbolehkan
dengan syarat keamanan dan nafsu dapat dijaga. Hal ini sejalan dengan kaidah
ushul fiqih:
“Kebutuhan yang sangat penting itu diperlakukan seperti
keadaan terpaksa ( darurat). Dan keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang
dilarang”.
§
Menurut hemat penulis
adalah keadaan seperti ini di sebut dengan keadaan darurat , dimana orang lain
boleh melihat dan memegang aurat besar wanita. Karena belum ditemukan cara lain
dan kesempatan unutuk melihat dan memegang aurat wanita itu ditujukan semata-
mata hanya untuk kepentingan medis yang tidak menimbulkan rangsangan.
·
Pengambilan sel sperma
Untuk mendapatkan sperma
laki- laki dapat ditempuh dengan cara :
~Istimna’ ( onani)
~Istimna’ ( onani)
~Azl ( senggama terputus)
~Dihisap dari pelir (
testis)
~Jima’ dengan memakai
kondom
~Sperma yang ditumpahkan
kedalam vaginayang disedot tepat dengan spuit
~Sperma mimpi malam
Diantara kelima cara diatas, cara yang dipandang baik adalah
dengan cara onani (masturbasi) yang dilakukan di
rumah sakit.
Pendapat Ulama
§
Ulama Malikiyah,
Syafi’iyah, Zaidiyah, mengharamkan secara multak berdasarkan Al-Qur’an surat
Al- Mu’minun ayat 5-7, dimana Allah telah memerintahkan manusia untuk menjaga
kehormatan kelamin dalam setiap keadaan, kecuali terhadap istri dan budak.
§
Ulama Hanabilah
mengharamkan onani, kecuali khawatir berbuat zina atau terganggu kesehatannya,
sedang ia tidak punya istri atau tidak mampu kawin. Yusuf Qardawi juga
sependapat dengan ulama Hanabilah.
§
Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa istimna’ pada prinsipnya diharamkan, namun istimna’
diperbolehkan dalam keadaan tertentu bahkan wajib, jika
dikhawatirkan jatuh kepada perbuatan zina. Hal ini didasari oleh kaidah ushul
adalah:
“Wajib menempuh bahaya yang lebih ringan diantara dua
bahaya”.
2.7 Inseminasi Buatan di Pandang dari Aspek Medis dan Aspek Legal
Aspek Medis
Pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang menyinggung
masalah ini. Dalam Undang-Undang No. 23 /1992 tentang Kesehatan, pada pasal 16
disebutkan, hasil pembuahan sperma dan sel telur di luar cara alami dari suami
atau istri yang bersangkutan harus ditanamkan dalam rahim istri dari mana sel
telur itu berasal. Hal ini menjawab pertanyaan tentang kemungkinan dilakukannya
pendonoran embrio. Jika mengacu pada UU No.23/1992 tentang Kesehatan, upaya
pendonoran jelas tidak mungkin.
Aspek Legal
Jika
salah satu benihnya berasal dari donor yaitu Jika Suami mandul dan
Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio
dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan
Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan
ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan
memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami
tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar
hukum ps. 250 KUHPer.
Jika
embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang
dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps.
42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer Permasalahan mengenai inseminasi
buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang lain atau orang yang sudah
meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu
segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur
penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia
mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
2.8. Illegal Etik Bayi Tabung dalam Praktiknya di
Lapangan
Begitu
banyak cara faktor yang dapat berpengaruh pada proses in vitro
fertilisation. Fertilisasi in vitro yang
dibenarkan secara yurudis, medis, dan agama adalah bayi tabung dimana benihnya
berasal dari sepasang suami isteri dimana embrio hasil pembuahan di dalam
tabung ditanamkan kembali pada rahim si istri.
Dengan demikian, bayi yang lahir merupakan anak sah pasangan tersebut
baik secara yuridis, biologis, maupun secara hak mawaris.
Akan
tetapi ada kemungkinan bahwa benih dari pasangan suami isteri tidak dapat
diimplantasikan kepada sang istri dengan alasan tertentu terutama alasan
kesehatan yang akan berakibat fatal apabila tetap dilanjutkan. Hal ini akan mendorong seseorang bahkan
berbagai pihak untuk melakukan sewa rahim.
Terdapat dua kemungkinan seseorang akan menyewa rahim seorang
perempuan. Apabila rahim yang disewa
merupakan rahim seorang gadis, maka bayi yang lahir tersebut secara yuridis dan
biologis bukanlah anak dari penghamil.
Sementara itu, secara biologis, anak pasangan pemilik benih, akan tetapi
secara yuridis bukanlah anak pasangan pemilik benih. Sedangkan apabila rahim yang disewa milik
seorang wanita bersuami, maka secara yuridis bayi tersebut merupakan anak dari
pasangan penghamil. Namun secara
biologis, bayi tersebut adalah anak dari pemilik benih. Adapun secara agama terutama islam, sewa
rahim sudah termasuk haram. Sewa rahim
sendiri sudah melanggar Undang-Undang No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 16
dimana embrio tidak diimplantasikan kepada pemilik benih.
Tidak
menutup kemungkinan juga dapat terjadi pendonoran benih baik sperma maupun
ovum, baik dari orang-orang yang dikenal, maupun dari bank sperma atau bank
ovum. Pendonoran sperma atau ovum secara
yuridis bayi yang akan lahir tetap menjadi anak dari pasangan penghamil akan
tetapi secara biologis DNAnya tidak sesuai dengan DNA kedua orang tuanya. Sehingga apabila salah satu orang tua bayi
tersebut menggugat masalah tersebut tetap ada pasal-pasal yang terlanggar. Dalam hal ini juga telah menyimpang dari
Undang-Undang No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 16.
Bukan
tidak mungkin juga seorang janda menggunakan sperma dari suaminya yang telah
meninggal namun sempat dibekukan atau diawetkan yang dalam hal ini dapat
dikatakan cerai mati. Secara yuridis
bayi yang akan lahir tetap anak mantan suami tersebut apabila bayi dilahirkan
tidak sampai 300 hari setelah perceraian.
Akan tetapi secara moral hal tersebut diluar batas wajar.
Selain
hal tersebut, masih banyak lagi hal-hal yang illegal dalam proses bayi tabung
ini. Kaitannya dengan pengambilan ovum
dari si istri memang tidak ditemukan cara yang lain jika memang melihat bahkan
memegang aurat wanita diharamkan. Secara
medis hal tersebut bukan sebuah penyimpangan atau perilaku illegal meskipun
secara agama sebagian ulama’ tidak membolehkan.
Sementara itu untuk pengambilan sperma dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Cara yang dipandang baik adalah
dengan onani yang dilakukan di rumah sakit.
Dalam aspek kesehatan, onani sebenarnya tidak diperkenankan. Akan tetapi memang untuk bayi tabung ada
perkecualian. Sebab onani dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja dibandingkan dengan senggama terputus yang
dapat menyakiti pasangan tersebut, dihisap dari testis dimana sperma lebih
dipaksa keluar dibanding onani, dan lain sebagainya. Intinya onani lebih efektif dibanding cara
yang lainnya.
Hal
berikut juga merupakan pelanggaran berat dalam praktik bayi tabung dimana demi
keberhasilan yang pada akhirnya menghasilkan materi, pihak rumah sakit
mengganti benih baik salah satu maupun kedua-duanya. Baik sengaja ditukar ataupun tidak sengaja
tertukar. Begitupun dengan pembasmian
embrio yang tidak terpakai dimana hal tersebut dapat dikategorikan dengan
pembunuhan.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Bayi tabung adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar
tubuh ibu melainkan di dalam tabung khusus yang kemudian akan membentuk
embrio. Embrio ini akan dikembalikan ke
rahim untuk proses implantasi kemudian terjadilah kehamilan dengan proses ovarian hyperstimulation atau kontrol kesuburan terlebih dahulu, kemudian pengambilan sel telur, inseminasi dan pemupukan, pengamatan
embrio, transfer Embrio, dan juga dilakukan kontrol rutin.
Menurut hukum perdata tentang bayi tabung di Indonesia, setiap anak yang dilahirkan oleh seorang
wanita bersuami, baik benih berasal dari sepasang suami isteri itu maupun
bukan, tetap berstatus sebagai anak pasangan suami isteri tersebut. Sementara menurut pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan, upaya
kehamilan selain cara alami boleh dilakukan sebagai cara terkahir dengan syarat
benih berasal dari sepasang suami isteri yang sah, ditanam kembali ke dalam
rahim isteri, dilakukan oleh tenaga ahli yang berwenang, ada sarana kesehatan
serta sesuai prosedur.
Begitu juga menurut majelis mujamma’ fiqih
islami, boleh dilakukan apabila benar-benar sangat
dibutuhkan, benih berasal dari pasangan suami isteri yang sah, diimplantasikan
kepada isteri kembali dan menjaga aurat wanita, serta pihak-pihak yang membantu
melakukan inseminasi buatan benar-benar bertanggungjawab artinya tidak
mengganti benih bakal embrio.
Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya
tahun 1980 membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan
ovum dari isteri sendiri
serta. Sementara cara yang umum
dilakukan untuk memperoleh sperma yaitu onani dimana dalam islam hal tersebut
diharamkan kecuali darurat, dan inseminasi buatan disini dianggap termasuk
salah satu yang menjadi alasan kedaruratannya.
DAFTAR PUSTAKA